Zunaidi Tersangka Pelecehan Seksual: Merasa Didzolimi - PERAWAT INDONESIA

Header Ads

Zunaidi Tersangka Pelecehan Seksual: Merasa Didzolimi


Manusia itu unique. Kadang sulit diterka. Mereka yang awalnya preman, tidak sedikit yang berubah total jadi orang baik-baik. Sebaliknya, ada yang kelihatan baik-baik, ternyata korupsi. Namun begitu, secara umum, perjalanan hidup masa lalu berpengaruh terhadap masa kini. Kalau dulu jadi preman, kemudian sekarang jadi maling, orang tidak bakal terkejut.

Akan halnya Zunaidi, lengkapnya Zunaidi Abdillah, perawat tersangka kasus pelecehan seksual yang namanya mencuat di berbagai media akhir-akhir ini, diduga telah berbuat tidak senonoh terhadap pasiennya. Kita yang menyaksikan video tersebut, kontan terhipnotis. Semua mengutuk perbuatannya. Kita langsung percaya pada tayangan tanpa analisa. Sebuah kesimpulan yang sejatinya sangat tergesa-gesa.

Zunaidi, 30 tahun, lulusan sebuah universitas terkenal di Surabaya, jurusan D3 Keperawatan, kemudian mengambil spesialisasi assistant anestesi. Sebelum di NH, Zunaidi, lulusan 2009 tersebut bekerja juga di RS swasta di dekat RS Dr. Soetomo Surabaya. Selama hampir 9 tahun kerja, Zunaidi tergolong sebagai orang yang polos. Taat ibadah.

Menurut Eni (bukan nama sebenarnya), salah satu kerabat dekatnya, Zunaidi orangnya sederhana. Ngontrak rumah di Sidoarjo. Sebulan lalu habis masa kontrakan dan akan pindah ke rumah orangtuanya di Gresik. Kenyataan seperti ini berbeda dengan yang diberitakan di media, yang katanya ‘kabur’ sudah sebulan. Padahal, kontrakan rumah memang sudah selesai. “Saya mengenalnya sejak 2009.” Kata Eni.

Eni bersama suaminya, istri Zunaidi serta seorang teman sejawat, sempat menemui Zunaidi di kantor kepolisian di Surabaya kemarin. Zunaidi, nampak seperti tertekan, kata Eni. Eni percaya bahwa Zunaidi tidak melakukan sebagaimana yang dikisahkan oleh pasien tersebut. “Saya tidak melakukannya. Memang, sedikit nyenggol.” Kata Zunaidi dengan suara perlahan.

Ini bisa dimaklumi sebagai perawat yang mengambil lead ECG, karena posisi ECG lead V1-V6 memang ada di daerah tersebut (maaf: sekitar buah dada) dan tidak mungkin nyentuh, kata Amy, seorang mahasiswa keperawatan tingkat akhir. Lagi pula, dia tidak sendiri, saat Zunaidi mengambil lead-lead ECG tersebut. Ada 2 perawat dan 1 dokter. Tidak dijelaskan apakah saat itu dia mengenakan Sarung Tangan atau tidak. Kemungkinan besar iya, mengingat NH adalah RS besar dengan international standard.

Yang disesalkan Eni adalah, tidak ada upaya NH untuk melakukan investigasi internal atau membela karyawan yang track recordnya bagus. NH terkesan asal pecat karyawan yang belum tentu berbuat salah. Teman-teman Zunaidi juga tidak ada yang nampak membela.

Zunaidi, beserta keluarga sepertinya berjuang sendiri. Kata Eni, kalau menyewa Pengacara pasti mahal. Keluarga Zunaidi berharap ada advokasi dari organisasi profesi berupa Bantuan Hukum terhadap anggotanya yang mengalami perlakuan seperti ini.

Zunaidi, bapak satu anak yang posturnya subur, pendiam dan tidak memiliki track record etika buruk selama ini, tiba-tiba mendapatkan cobaan hidup yang berat.

Jika bukan kita, sejawat perawat yang bersedia membantunya, lantas kepada siapa lagi lulusan Diploma III Keperawatan ini, harus meminta dukungan.
Kali ini dia yang mendapat cobaan. Kita tidak pernah tahu, suatu saat, cobaan serupa bisa saja menimpa kita.

Mari kita galang persatuan perawat Indonesia untuk menunjukkan solidaritas, bahwa Perawat kita bekerja dengan menjunjung tinggi etika dan kehormatan manusia. Tidak seperti kata media.

Syaifoel Hardy/Suara Perawat